Kamis, 29 November 2007

Rakyat Papua ditipu


Papua Minta Pembagian Adil Royalti Freeport dari Pemerintah PusatRAKYAT Papua merasa diperlakukan tidak adil oleh pemerintah Indonesia terkait dengan kontrak karya penambangan emas di Papua oleh PT. Freeport Indonesia. Ketua DPRP Papua John L. Ayomi, S.Sos dalam Rapat Dengar Pendapat dengan anggota DPR RI mengatakan pemerintah Indonesia tidak memberikan apa yang menjadi hak rakyat Papua dalam pelaksanaan penambangan itu.Sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua, pemerintah Indonesia semestinya menyerahkan 20 persen dari royalti dan pendapatan-pendapatan lainnya. Namun pemerintah Indonesia hanya memberikan 9 persen saja.Untuk itu, DPRP Papua meminta agar pemerintah pusat melalui Departemen Keuangan memberikan seluruh apa yang menjadi hak rakyat Papua. John juga meminta DPR untuk mendesak pemerintah pusat untuk membayar apa yang menjadi hak rakyat Papua.Sementara itu, Inya Bay, SE, MM, anggota DPR RI dari daerah pemilihan Papua ketika mendampingi DPRP Papua dalam pertemuan dengan DPR RI tersebut mengatakan apa yang menjadi tuntutan masyarakat Papua harus segera dilaksanakan oleh pemerintah pusat, terutama untuk memenuhi perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah. Ia mengatakan berbagai hal yang terjadi dalam kontrak karya itu dan pembagian royalti telah menjadi ganjalan serius yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah pusat.Kepada wartawan seusai pertemuan dengan DPR RI, John L. Ayomi menegaskan bahwa masyarakat Papua dalam kaitan pembagian royalti tidak menyalahkan PT. Freeport Indonesia, tetapi menyalahkah sikap pemerintah Indonesia yang tidak adil. Dikatakannya, bagian yang sembilan persen tersebut dibagi kepada 20 kabupaten di Papua. Sedangkan pembagian satu persen untuk dana kemitraan dibagi pada 7 suku yang ada di sekitar penambangan.John juga mengatakan perlu ditinjau ulang kontrak karya penambangan tersebut, karena tidak mengakomidir kepentingan penduduk setempat.Ia juga menepis anggapan bahwa kontrak karya ini sulit direvisi karena menyangkut perjanjian internasional. “Itu tidak benar. Perlu direvisi karena tidak mengakomidir kepentingan masyarakat Papua,” tegasnya.Dikatakannya, kontrak karya itu seharusnya lebih detil dan selalu mengacu pada berbagai ketentuan yang berlaku seperti UU Otonomi Khusus Papua. Termasuk pengaturan berapa royalti untuk daerah, soal pelaksanaan community development, penyerapan tenaga kerja penduduk asli dan sebagainya serta alih tehnologi. Disamping harus memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Papua.Sehingga cara pandang masyarakat Papua terhadap PT. Freeport bisa berubah dan tumbuh rasa memiliki.John dengan nada keras mengatakan, setelah 40 tahun Freeport berada di Papua tidak ada kemajuan yang berarti bagi daerah. Ironisnya, selama puluhan tahun itu apa yang menjadi hak daerah semuanya disedot oleh pemerintah pusat. “Selama 40 tahun mereka mengambil kekayaaan Papua, hanya 17 orang Papua yang menjadi staf dan 200 orang karyawan dengan posisi menyedihkan,” ujarnya.John sangat menyesalkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masyarakat Papua dan berharap ke depan melalui Pansu dan Panja Freeport DPR RI dapat ditemukan jalan terbaik sehingga masyarakat Papua merasa diperlakukan adil. (Helman)Sumber : Metro Indonesia.Keterangan Gambar : Delegasi DPRP Papua memberikan paparan seputar kontrak karya PT. Freeport Indonesia dihadapan Komisi VII DPR RI. Ikut mendamping delegasi Inya Bay, SE, MM, anggota DPR dari Papua (paling kiri).
{tanggahma Mhanus}

0 Comments: